Tuesday, April 26, 2016

Anak, Sekolah dan Kue Adat 'Bolo Pagar'

Apa yang bisa dipelajari dari sebuah kue? Ya, untuk beberapa tahun yang lalu mungkin tidak ada yang bisa menyangka bahwa sebuah kue bisa digunakan sebagai bahan pembelajaran di sekolah. Model pendidikan kreatif inilah yang coba diterapkan oleh guru-guru di SDK Du, sebuah sekolah kecil yang terletak di Kecamatan Lela.
Buah kerjasama antara WVI dan Dinas PPO Kabupaten Sikka sudah mulai terlihat. Guru-guru tidak lagi mengajar hanya dengan membaca buku dan hanya di dalam kelas. Saat ini mereka lebih kreatif, mampu melihat benda di alam sekitar dan menariknya menjadi sebuah pembelajaran menarik di kelas. “ Saya sangat senang dengan pendidikan karakter yang diterapkan WVI dan Dinas PPO, ini sangat unik karena sangat menyentuh sekali dengan konteks lokal yang ada, bahkan bisa memperkaya model pembelajaran bagi para guru.” kata Ibu Maria, seorang guru di SDK Du.



Melalui pembelajaran ini, anak-anak mulai di biasakan untuk mencintai alam sekitar mereka karena alam adalah kelas mereka dan sekaligus ruang bermain mereka. Seperti yang saat ini dilakukan oleh Ibu Maria dan anak muridnya, mereka akan belajar tentang konsep bangun ruang dengan membuat kue adat Bolo Pagar. Bolo Pagar adalah sebuah kue adat Sikka yang biasa ada dalam rangkaian perkawinan. Kue Polo Pagar akan disajikan oleh keluarga perempuan saat keluarga laki-laki meminang anak perempuannya. Maknanya adalah layaknya pagar, calon pengantin laki-laki dan keluarga harus menjaga dan melindungi calon pengantin perempuan. Semakin banyak rekatan atau bentuk yang saling silang akan membuat “pagar” semakin kuat, artinya bila keluarga dan banyak pihak turut mendukung perkawinan ini, maka perkawinan akan sejahtera dan langgeng. Warna-warni dalam kue ini juga memaknakan suka duka yang akan mewarnai sebuah perkawinan.
Selain mengerti tentang bangun ruang, mereka pun belajar tentang makna dari Bolo Pagar ini. Sungguh indah ketika sejak dini anak “didekatkan” dengan budaya dan diajarkan untuk mencintainya.

Hal inilah yang diharapkan oleh semua pihak, karena  menjadi pintar bukan hanya  membaca  dan belajar dalam kelas, namun  pengetahuan  dari alam sekitar  dan konteks setempat  akan memberikan pendidikan yang jauh lebih kaya untuk dikembangkan. Dengan menerapkan pendidikan kontekstual, keunikan yang mulai pudar dan hilang  dapat digali  kembali dan dikembangkan untuk menunjang potensi, kemampuan serta keterampilan yang berpuncak pada karakter anak. Inilah yang bisa dipelajari anak-anak SDK Du melalui kue adat. Mengesankan!



*Penulis: Emanuel Laba (Fasilitator Pengembangan ADP Sikka) dan Herning Tyas Ekaristi (Community Development Coordinator ADP Sikka)

No comments:

Post a Comment